Kisah Kurniawan Dwi Yulianto Bagian II: Sukses bersama PSM dan Persebaya, Timnas Indonesia, dan Cita-cita
BolaSkor.com - Legenda Timnas Indonesia, Kurniawan Dwi Yulianto, pernah berkisah kepada BolaSkor.com tentang karier, momen krusial, hingga cita-citanya. BolaSkor.com sudah memuat artikel pertama tentang Si Kurus dengan judul "Kisah Kurniawan Dwi Yulianto Bagian I : Sebutan Si Kurus, Sampdoria Melawan Juventus, hingga FC Luzern".
Kini, BolaSkor.com di hari lahirnya ke-44 tahun, Senin (13/7), melanjutkan kisah perjuangan Kurniawan sebagai pesepak bola profesional setelah mendapat kontrak dari klub kasta tertinggi kompetisi Swiss, FC Luzern. Di sana, Kurniawan merasakan betul-betul menjadi pesepak bola profesional. Sikap disiplin yang ketat kelas Eropa hingga endorsment dalam hal perlengkapan menjadi hal awam bagi dirinya.
Gol Perdana di FC Luzern
Kurniawan langsung tampil memikat. Ia berhasil mencetak gol ketika FC Luzern mengalahkan Basel 2-1 pada laga lanjutan kasta tertinggi kompetisi sepak bola Swiss di tahun 1995.
“Sepatu pertama saat karier profesional, saya dapat sepatu gratis karena FC Luzern disponsori Adidas. Waktu itu sepatunya Adidas Copa Mundial. Kami tidak membeli. Kami dapat bebas, tinggal ambil di tokonya. Gaji pertama di FC Luzern adalah 3 ribu Swiss Franc (saat ini sekitar Rp40 juta lebih). Saat itu, gaji sama bonus malah lebih besar bonus,” ungkap Kurniawan kepada BolaSkor.com.
“Saat itu (1995) saya main. Kemudian saya mencetak gol kemenangan untuk tim saya di derby Swiss yang luar biasa.Saya menjadi orang Indonesia pertama yang bisa bisa mencetak gol di liga Eropa resmi, bukan trial dan saya benar-benar dikontrak,” tambahnya.
Baca Juga:
Mengenang Tony Dunne, Legenda Manchester United yang Dikagumi Rekan Setimnya
Nostalgia - Ketika Paul Ince Jadi Kapten Kulit Hitam Pertama Timnas Inggris, 27 Tahun Silam
Kurniawan akhirnya mendapat panggilan Timnas Indonesia Senior ketika masih berumur 18 tahun pada tahu 1995. Ia sangat beruntung bertemu pemain senior yang dapat membimbingnya.
"Jadi waktu saya di Swiss itu pertama kali dipanggil saat saya umur 18 tahun tahun 1995 Timnas Indonesia Senior di Ciang Mai (SEAGames 1995 Thailand). Itu pengalaman berharga untuk saya. Saya harus bergabung dengan coach Fakhri (Husaini), Aji (Santoso), Jaya (Hartono), Robby (Darwis), itu saya sempat minder juga, tapi saya punya pikiran minder akan kacau saya cuek, dan alhamdulillah senior bisa bantu saya," ujarnya.
Kepopuleran Kurniawan membuatnya agak terperosok ke lubang hitam. Ia diduga menggunakan obat-obatan terlarang. Kurniawan bangkit dengan nasihat sang ibunda yang selalu terngiang di telinganya.
"Ya di Swiss tuh menguji mental saya antar hidup dan mati, kalau saya lemah wasalam. Saya dihujat sana-sini. Ibu selalu mendukung saya dengan jawab cacian dengan prestasi. Mereka akan diam ketika saya berprestasi, akhirnya diam, ini jadi buat pelajaran hidup saya," kata Kurniawan.