Nostalgia - Cerita Transfer Indriyanto dari Arseto Solo ke Pelita Jaya dengan Uang Rp100
BolaSkor.com - Para pencinta sepak bola Indonesia tak akan pernah melupakan peristiwa unik yang melibatkan dua klub kenamaan, Arseto Solo dan Pelita Jaya. Kala itu, kedua tim terlibat transfer pemain dengan nominal hanya Rp 100.
Pemain yang kala itu diperjualbelikan adalah Indriyanto Setia Adinugroho. Arseto kala itu sakit hati lantaran Indriyanto berkata pada salah satu media lokal bahwa dirinya bukan pemain binaan klub yang bermarkas di Kadipolo tersebut.
Akhirnya, pemain yang kala itu baru pulang dari proyek Primavera dipatok dengan harga seratus rupiah. Angka itu kabarnya cukup menyulitkan Nirwan Dermawan Bakrie selaku pemilik Pelita Jaya.
Sebagai bos besar yang kerap membiayai Timnas Indonesia, Nirwan jelas tak menyimpan uang seratus rupiah di dompetnya. Konon uang transfer itu didapatnya dari salah satu staf PSSI. Peristiwa unik itu yang membuat Indriyanto lekat dengan julukan Mister Cepek.
Baca Juga:
Major, Anjing Penyelamat Manchester United dari Kebangkrutan
Anschluss Osterreichs, Awal Tampilnya Nazi di Piala Dunia 1938
Semua tahu bahwa pada akhirnya Indriyanto memang meninggalkan Arseto. Namun, tak semua orang percaya dengan ada atau tidaknya uang seratus rupiah yang menjadi nominal transfer.
Ternyata, uang itu memang ada. Uang warna merah bergambar kapal keluaran tahun 1992 itu masih tersimpan dengan rapi. Bahkan lengkap dengan salinan surat permohonan transfer dari Pelita Jaya, surat persetujuan Arseto Solo serta kuitansi bertuliskan "uang transfer Sdr. Indrijanto Setia Adinogroho dari Ps.Arseto ke Ps.Pelita Jaya tertanggal 29 Maret 1996.
Sang penyimpan juga saksi hidup perjalanan Arseto Solo, Chaidir Ramli. Pria kelahiran 4 Februari 1963 itu menjabat sebagai pengelola Diklat Arseto. Bisa dibilang, dia menjadi satu dari sekian orang yang kala itu sakit hati atas pernyataan Indriyanto.
Baca Juga:
Nostalgia - Force Majeure dalam Sejarah Sepak Bola Tanah Air
Bambang Pamungkas Hadirkan Starting XI Pemain Asing Persija Jakarta Terfavorit
Kepada Bolaskor.com, Chaidir bercerita tentang sejarah uang dan salinan surat yang dibingkainya. Setelah proses kepindahan Indriyanto selesai, dia diminta Halim Perdana yang kala itu menjabat sebagai manajer Arseto Solo untuk menyimpan uang tersebut. Bukti itu disimpannya di salah satu laci kantor Arseto Solo.
"Uang itu hampir saja hilang. Karena pada tahun 1998, kantor Arseto di Kadipolo menjadi salah satu sasaran penjarahan massa. Setelah penjarahan mereda, saya cek laci-laci meja ternyata uang dan surat salinannya masih ada," terang Chaidir saat ditemui di Lapangan Karangasem Solo oleh BolaSkor.com.
Chaidir tahu betul perjalanan Arseto dari Jakarta ke Solo. Pada tahun 1983, dia diajak ke Solo untuk melengkapi susunan bidang umum. Setelah beberapa tahun mengabdi, akhirnya Chaidir dipercaya untuk mengurus Diklat Arseto. Satu dari puluhan pemain yang saat itu jadi pemainnya adalah Indriyanto.
"Indriyanto memang pemain Diklat Arseto. Dia terpilih ke Italia untuk mengikuti program Primavera. Setelah dari Italia, baru polemik status Indriyanto muncul dan akhirnya terjadi transfer itu.
Setelah Arseto bubar, Chaidir tak lantas meninggalkan Komplek Kadipolo. Sampai saat ini dia masih menjabat sebagai pengelola Lapangan sepak bola Kadipolo. Dia pun gembira saat kembali bertemu dengan mantan pemain maupun pengurus pada reuni akbar Arseto di Stadion Sriwedari Solo, 18 November lalu.
"Ya kemarin ngobrol-ngobrol sama pemain-pemain. Sama pak Ismet (mantan manajer Arseto). Semua masih ingat. Saat ini kita juga punya grup WhatsApp Arseto Solo. Jadi komunikasi masih terjalin dengan baik," tutupnya. (Laporan Kontributor Putra Wijaya/Solo)