Tottenham Hotspur Siaga Satu

Arief HadiArief Hadi - Kamis, 20 September 2018
Tottenham Hotspur Siaga Satu
Tottenham Hotspur dalam status siaga satu (Zimbio)

BolaSkor.com – Selama empat tahun melatih Tottenham Hotspur, Mauricio Pochettino belum pernah dihadapkan pada situasi sulit seperti yang dialaminya saat ini: Tottenham kalah tiga kali beruntun (dua di Premier League dan satu di Liga Champions). Jadi wajar saja jika Tottenham seharusnya memasang status siaga satu.

Bukan apa-apa, meski saat ini fase musim baru memasuki awal, sudah cukup banyak faktor yang dapat menjadi alasan kuat untuk dikhawatirkan fans Tottenham akan kenyataan pahit yang kemungkinan terjadi di musim ini. Pahit-pahitnya, Tottenham bisa terlempar dari empat besar Premier League alias zona Liga Champions jika situasi sekarang terus terjadi.

Tekanan sudah mulai dirasakan Tottenham dan juga manajer mereka, Mauricio Pochettino. Rasa frustrasi dengan meluapkan kemarahan kepada awak media menjadi salah satu bukti bahwa situasi di Tottenham memang sedang tidak kondusif.

“Anda tidak menghormati para pemain malam ini yang memperlihatkan kualitas yang lebih baik dari lawan (Inter Milan). Ketika keputusan saya untuk memainkan 11 pemain (di tim utama), Anda harus menghargai keputusan saya karena sayalah manajernya. Sangat menyakitkan mendengarkan ketika beberapa pemain tidak ada di sini dan Anda menilainya demikan,” cetus Pochettino pasca kekalahan 1-2 Tottenham dari Inter di Liga Champions.

Pochettino menyinggung wartawan yang mempertanyakan pemilihan pemainnya, dengan meninggalkan Toby Alderweireld dan Kieran Trippier di London utara. Belum lagi dengan absennya pemain karena cedera: Dele Alli, Hugo Lloris, Moussa Sissoko.

Pembicaraan soal Tottenham – tanpa bermaksud meremehkan – mungkin di masa lalu tidak akan sebesar saat ini. Tottenham dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan pesat dari ‘Tottenham’ yang kita semua ketahui di masa lalu, khususnya sejak Pochettino datang pada 2014 dari Southampton.

Alli, Harry Kane, Christian Eriksen, Erik Dier, Trippier, Son Heung-min, merupakan beberapa nama yang telah dikembangkan dan diorbitkan Pochettino dalam kurun waktu tersebut. Tottenham menyuguhkan permainan hebat dengan filosofi sepak bola ofensif dan menghibur penonton.

Bahkan dalam dua musim terakhir, mereka mampu berdiri tegak di atas rival sekota, Arsenal, dan sukses masuk di zona Liga Champions. Namun di musim ini situasinya berbalik 180 derajat dibanding dua musim sebelumnya. Tottenham menjalani fase terburuk sejak ditangani Pochettino.

“Kami masih percaya satu sama lain. Saya tidak berpikir kami kehilangan kepercayaan diri. Tentu saja, orang-orang berpikir demikian. Namun di dalam ruang ganti pemain, saya bisa memberitahu Anda situasinya tidak seperti itu. Kami percaya tim ini. Ini saatnya menang lagi,” ucap pemain Tottenham, Erik Lamela.

Benarkah demikian, Lamela? Dari apa yang terlihat dalam tiga laga terakhir Spurs, para pemain tampak berada di titik nadir terendah dalam hal kepercayaan diri. Pochettino punya tugas berat memotivasi para pemainnya untuk bangkit karena memang situasi musim ini merupakan situasi terberat yang pernah dihadapinya

Arogansi Daniel Levy

The Guardian pernah menulis dalam artikelnya, menyebut Daniel Levy sebagai iron fist, merujuk kepada kemampuannya menangani bisnis keluar masuk pemain di White Hart Lane. Strategi transfernya terkesan pelit, namun, Levy bisa memberikan keuntungan kepada klub melalui penjualan pemain dengan harga besar ke klub lain.

Caranya menangani tim itu terbilang bagus dari sisi marketing, tetapi tidak di musim ini. Chairman Tottenham itu melakukan blunder terbesar dengan tidak merekrut satupun pemain di bursa transfer musim panas. Ini kali pertama terjadi sejak format Premier League terbentuk pada 1992.

“Saya tidak ingin sarkas dan ironis. Apa yang dilakukan klub, yang sedang diperlihatkan, sangat berani. Mungkin dalam pikiran semuanya mereka akan berkata ‘Oh, Tottenham tidak mendatangkan siapapun’, namun mendatangkan pemain demi karena keharusan? Lebih baik memiliki (apa yang sudah dimiliki),” ucap Pochettino beberapa waktu lalu.

“Situasi ini mungkin terlihat buruk (tidak mendatangkan siapapun) karena persepsi dan juga sejarah sepak bola, tetapi ini keputusan kami – mempertahankan pemain-pemain terbaik dan juga skuat. Ini keputusan berani,” sambungnya.

Apakah Tottenham kini menanggung konsekuensi dari ‘keberanian’ yang dikatakan Pochettino itu? Ya. Di kala pemain-pemain yang sudah ada di klub kehabisan ide mengembangkan permainan, mengalahkan lawan, Pochettino tidak punya opsi tambahan di bangku cadangan. Badai cedera yang dialami tim juga tidak membantunya.

“Manajer berkata dia tidak akan mendatangkan pemain karena hanya keharusan. Apa yang dilakukannya memberi skuat keyakinan besar karena itu menunjukkan bahwa dia percaya dengan kami. Jadi sekarang, kami harus membayarnya dan juga klub atas keyakinan tersebut,” tutur Kane.

Kemudahan berbicara dengan realita yang ada kerapkali tidak sesuai dengan ekpektasi yang diharapkan. Mudah saja bagi Kane berkata klub semakin kuat tanpa pemain baru pasca menang telak 3-0 kontra Manchester United di Old Trafford. Tetapi faktanya, ada ‘faktor X’ yang tidak diperhitungkan Tottenham musim ini.

Faktor X

Levy mungkin lupa jika tahun ini ada perhelatan Piala Dunia 2018 serta Asian Games, yang dijadikan Son kesempatan untuk menghindari wamil (wajib militer) di Korea Selatan. Son memang pada akhirnya memenangi medali emas dan mewujudkan hasratnya tersebut, tapi, ia juga tidak banyak beristirahat semenjak bermain di Piala Dunia 2018.

Pun demikian pemain-pemain Tottenham yang dipanggil Gareth Southgate ke timnas Inggris, serta beberapa pemain Belgia dan satu pemain Prancis (Lloris). Ketiga negara itu melaju jauh hingga ke semifinal dan final untuk Prancis.

Parahnya lagi, sebagian besar pemain-pemain utama Tottenham bermain di turnamen empat tahunan terbesar dunia itu. Kendati mereka tidak mengikuti tur pramusim karena diberi jatah libur tambahan, waktu istirahat mereka kurang dari Piala Dunia hingga bergulirnya musim 2018-19.

Tanpa disadari, isu kelelahan yang belakangan ini dibantah para pemain dan sang manajer sendiri benar terjadi kepada tim. Hal tersebut tercermin dari permainan Tottenham dalam tiga laga terakhir: tidak mampu menjaga intensitas bermain selama lebih dari 60 menit, kurang enerji, dan hanya sesekali melakukan pressing.

Ditambah tidak adanya pemain baru dalam skuat, Pochettino tidak banyak memiliki opsi untuk dipilih bermain selain pemain yang sudah ada dan ... letih.

Harry Kane

Ujung tombak terbaik Spurs selalu jadi andalan utama di tiap laganya dan juga andalan Pochettino dalam beberapa musim terakhir. Kane juga selalu menjadi top skor dan mempertegas statusnya sebagai salah satu striker top Eropa.

Permasalahannya saat ini dibanding tahun-tahun sebelumnya adalah, tidak ada Piala Dunia sebelumnya. Kane tidak merasakan tingkat keletihan yang tinggi di musim ini seperti musim-musim sebelumnya. Meski faktanya, ia, rekan setim, hingga Pochettino membantah adanya masalah kelelahan.

Pochettino barangkali harus lebih berani untuk sesekali mencadangkannya, memberi waktu istirahat dan memberi kesempatan striker yang ada dalam skuat: Son, Fernando Llorente, atau Vincent Janssen bermain. Nama yang disebut terakhir bahkan tidak memiliki nomor punggung dalam skuat terkini.

Janssen dan Llorente harus lebih sering dimainkan Pochettino. Buat apa memiliki mereka jika Kane terus-terusan dimainkan ketika kondisinya sedang tidak baik. Janssen mungkin masih menjalani pemulihan akibat cedera, namun Llorente dalam kondisi siap dimainkan Pochettino.

Segala problematika itu memastikan bahwa Tottenham masuk status siaga satu saat ini. Pertandingan melawan Brighton & Hove Albion, yang pernah mengalahkan Man United, akhir pekan ini di Premier League seharusnya dijadikan kesempatan bagi Tottenham untuk menghentikan tren minor.

Breaking News Tottenham Hotspur Mauricio Pochettino Harry Kane Liga Champions Premier League
Ditulis Oleh

Arief Hadi

Posts

12.135

Bagikan