Regulasi Premier League yang Mewarnai Kisah Cinderella Luton Town

Arief HadiArief Hadi - Senin, 29 Mei 2023
Regulasi Premier League yang Mewarnai Kisah Cinderella Luton Town
Luton Town promosi untuk Premier League 2023-2024 (Twitter)

BolaSkor.com - Tujuh tahun lalu kisah cinderella, suatu hal langka yang jarang dilihat di sepak bola modern, terjadi kepada Leicester City saat mereka menjuarai titel Premier League. Skuad Leicester arahan Claudio Ranieri akan selamanya ada dalam sejarah sepak bola Inggris.

Tujuh tahun setelahnya tanpa diduga Leicester degradasi ke Championship. Kejadian tersebut memperlihatkan apapun dapat terjadi dalam dunia sepak bola. Di waktu bersamaan Leicester degradasi kisah cinderella lainnya terjadi di Luton, Bedforshire, Inggris.

Finish di urutan tiga Championship, Luton Town melakoni semifinal play-off Premier League melawan Sunderland dan menang agregat gol 3-2. Pada final yang dimainkan di Wembley, Luton menang 6-5 di drama adu penalti setelah laga berakhir imbang 1-1 di waktu normal melawan Coventry City.

Selepas laga berakhir selebrasi pecah di Wembley dan fans Luton menyambut gembira kepastian tim mereka akan bermain di Premier League musim depan.

Baca juga:

Hasil Pertandingan dan Klasemen Akhir Premier League: Leeds United dan Leicester Turun Kasta

Manchester United 4-1 Chelsea: Segel Zona Liga Champions, Red Devils Rebut Posisi Tiga

Trofi Membuktikan, Musim Ini Manchester United Lebih Baik daripada Arsenal

Kemenangan untuk kapten Tom Lockyer yang sempat pingsan saat melawan Coventry City (Twitter)

Bak drama yang sudah disiapkan di dalam skenario, kapten Luton Tom Lockyer, sempat pingsan di paruh pertama dan digantikan - Lockyer dalam kondisi baik-baik saja usai ditangani di rumah sakit.

"Pertama dan terpenting, kami kehilangan kapten kami setelah 10 menit, saya baru saja melihat tweet yang dikeluarkan ayahnya yang mengatakan dia baik-baik saja. Yang saya pikirkan sejak peluit akhir adalah itu dan untuk kesehatannya yang lebih penting," papar pelatih Luton, Rob Edwards.

"Itu emosional, kami bermain sangat baik di babak pertama, kami kehilangan Tom tetapi kami pulih dengan sangat baik setelah itu, menunjukkan banyak emosi, kekuatan, dan karakter setelahnya."

"(Perasaan ini) Luar biasa, belum hilang, belum tapi saya sangat bangga menjadi bagian dari klub ini. Para pemain, staf, dewan, pendukung, mereka pantas mendapatkannya. Mereka telah melaluinya banyak tapi saya sangat bangga."

Kisah Cinderella The Hatters

Menurut catatan Opta, Luton Town menyamai catatan Wimbledon (1977-1986) sebagai tim tercepat yang promosi ke Premier League dari kasta kelima sepak bola Inggris. Luton mencapainya sembilan tahun usai promosi ke National League pada 2014.

Pemain Luton, Pelly Ruddock Mpanzu, menjadi pemain pertama dalam sejarah yang bermain untuk tim yang sama dari National League, League 2, League 1, Championship, dan Premier League. Pemain berusia 29 tahun tidak menyangka sebelumnya bisa lama bertahan dengan Luton.

"Ini sebuah petualangan. Tidak banyak orang yang melakukannya - saya pikir saya akan menjadi yang pertama - tapi ini semua tentang memiliki orang yang percaya pada Anda," papar Mpanzu sebelum laga melawan Coventry.

"Apakah saya ingin datang ke sini ketika saya meninggalkan West Ham? Sama sekali tidak! Tapi Luton percaya pada saya, memberi saya kesempatan dan sekarang kami hanya memiliki 90 menit lagi."

"Kami telah menempuh perjalanan jauh dari tempat latihan dengan dog walker memotong lapangan kami dan berganti pakaian di kabin portabel, tapi mudah-mudahan pada jam 7 malam pada hari Sabtu, kami akan berada di Premier League dan minum sampanye."

Harapan Mpanzu menjadi nyata karena Luton bermain untuk kali pertama dalam sejarah klub di Premier League. Perjalanan yang cukup panjang dan tidak kalah tenarnya dibanding cerita Wrexham bersama dua pemiliknya yang ikonik, Ryan Reynolds dan Rob McElhenney.

Pada medio 1980-an Luton klub mapan di Divisi Satu (format lama sebelum Premier League) dan bersaing dengan klub-klub tenar saat ini, seperti Arsenal, Liverpool, dan Manchester United. Bahkan Luton pernah mengalahkan Arsenal di Wembley kala memenangi EFL Cup pada 1988.

Luton Town usai mengalahkan Arsenal di EFL Cup 1988 (Twitter)

Mick Harford, yang saat ini jadi Kepala Rekrutmen Luton, ada dalam skuad Luton kala itu dan pernah melatih tim ketika mereka turun kasta dari Divisi Satu. Degradasi pada 1992, tiga bulan sebelum inagurasi Premier League.

Luton setelah itu bak hilang dari peredaran dan banyak berkutat di divisi bawah, dengan turun kasta ke National League atau non-liga di Inggris pada 2008-2009 setelah memulai musim dengan pengurangan poin 30 sebagai hukuman dari EFL dan FA, karena alasan kejanggalan pada finansial klub.

Itulah alasan jika Anda jalan-jalan ke Kenilworth Road, stadion Luton, Anda akan melihat banner dengan tulisan "Betrayed by the FA 2008" di tribun utama.

Banner di Kenilworth Road (Twitter)

"Ini merupakan perjalanan roller-coaster, terutama bagi para penggemar. Ketika saya pertama kali bergabung dengan Luton (pada tahun 1984), ada ruang ganti yang penuh dengan pemain internasional," papar Harford kepada ESPN.

"Itu adalah tim yang sangat bagus dan kami bisa bersaing dengan tim seperti Manchester United, Arsenal, Tottenham, dan Liverpool. Kami memiliki sedikit era keemasan."

"Tapi setelah itu, para pemain pergi, saya pergi dan saya kembali, tetapi semua pemain pergi. Klub pergi dalam rantai pemilik yang berbeda, berpindah tangan beberapa kali, dan mereka terus menurun."

"Kemudian mereka masuk ke masalah keuangan dan mendapat pengurangan poin, dan segera setelah Anda mulai mengurangi poin, menjadi sulit untuk menarik pemain ke klub Anda Hal-hal baru saja menurun dari sana dan kami turun ke National League dan berada di sana selama lima tahun."

"Seperti yang kita semua tahu, sangat, sangat sulit untuk keluar dari National League. Lihat sudah berapa lama Wrexham terpuruk, dan mereka adalah klub besar. Apakah saya mengkhawatirkan klub? Saya pikir semua orang begitu ketika mereka ke level tersebut."

Penunjukkan John Still pada 2013 sebagai pelatih menjadi katalis dalam kebangkitan Luton Town. Pada musim pertamanya, setelah Luton berkutat empat tahun di National League, Still membawa klub promosi kembali ke EFL lalu promosi ke League 2 pada 2018 dan diikuti ke League 1 pada 2019.

Tiga kali promosi dalam kurun waktu sembilan tahun dan diikuti naik kasta ke Championship serta Premier League. Pencapaian Luton signifikan.

Rob Edwards menjadi penerus tongkat estafet Still setelah sebelumnya sempat dilatih Nathan Jones. Dengan pemain kunci seperti Ethan Horvarth (kiper) dan Carlton Morris (top skorer tim), Luton dibawa Edwards promosi ke Premier League.

"Orang-orang bertanya kepada saya tentang formula kemenangan, tetapi itu tergantung pada orang-orang baik. Siapa pun bisa datang dan melakukan apa yang telah saya lakukan, itu sangat mudah. Saya beruntung mereka memilih saya," terang Edwards.

Promosi ke Premier League dan Berpacu dengan Waktu

Promosi ke Premier League mengartikan banyak hal: uang pendapatan yang lebih banyak, atensi publik lebih besar, hingga bagi fans dapat menyaksikan tim kesayangan mereka bermain melawan klub besar di Inggris.

Akan tapi masalah berbeda juga dialami oleh Luton Town. Dalam kurun waktu tiga bulan Luton harus berpacu dengan waktu pada aturan Premier League. Aturan apa? Itu terkait dengan persyaratan stadion.

Kenilworth Road atau yang biasa disebut Kenny oleh fans bukan stadion layak pakai atau memenuhi syarat Premier League. Jika melihat stadion berkapasitas 10.356 orang tersebut Kenilworth Road lebih layak disebut museum ketimbang stadion.

Kursi lama masih digunakan di tribun, kursi berwarna oranye dan kuning, serta kursi kayu dan plastik tempat duduk tanpa sandaran di beberapa sektor tribun penonton.

Kemudian ada Oak Stand atau tempat masuk bagi suporter tandang dengan hanya satu gerbang kecil, disertai tiga pintu kecil untuk masuk ke gerbang 6 dan 7. Uniknya lagi jalan masuk menuju tribun juga melintasi taman rumah orang - geografis Kenilworth Road berada di antara perumahan warga.

Kini dengan kepastian Luton promosi ke Premier League, mereka berpacu dengan waktu untuk berbenah merenovasi Kenilworth dengan kurang lebihnya dana 10 juta poundsterling agar memenuhi standar Premier League.

Itu termasuk: kamar ruang ganti yang lebih besar, lampu penerangan baru, fasilitas media atau siaran yang lebih bagus, sistem VAR, dan tribun baru untuk menggantikan tribun lama. Luton berpacu dengan waktu dan CEO Luton, Gary Sweet tidak mengkhawatirkannya.

"Itu mengganggu saya dan membuat saya tertawa ketika Anda mendapatkan konten media sosial tentang jalan keluar melalui taman. Sudah seperti itu sejak Perang Dunia II atau bahkan sebelumnya. Mengapa dimunculkan sekarang - apakah hanya karena kami mungkin akan bermain di Premier League?" papar Sweet.

"Jika ada yang bisa melakukannya, kami bisa. Kami praktis harus membangun kembali tribun, tetapi kami akan beralih dari non-liga ke Premier League, jadi kami dapat menangani masalah kecil itu."

Renovasi stadion atau untuk sementara waktu menggunakan markas MK Dons, serta opsi yang sama sekali tak jadi pilihan bagi Luton ... bermain di markas tim rival, Watford. "Jelas tidak," tegas Sweet tentang kans Luton bermain di stadion Watford, Vicarage Road.

Luton sedianya sudah pernah kepikiran membangun stadion baru pada 2019 lalu, tetapi pembangunan terhambat karena pandemi virus corona. Saat ini, jikalau pembangun dilangsungkan maka stadion itu tidak akan siap untuk Premier League 2023-2024.

Jadi, saat ini Luton tak bisa bermain di Premier League dengan Kenilworth Road dalam kondisi terkini. Tapi apapun dapat terjadi sampai Premier League bergulir lagi pada Juni mendatang.

Keyakinan Sweet sudah mewakili determinasi Luton untuk bermain di Premier League, mereka jadi tim yang promosi bersama Burnley dan Sheffield United. Sweet bahkan yakin nantinya Luton tidak akan berganti stadion dan Erling Haaland (striker Manchester City) akan memasuki gerbang di Kenilworth Road.

"Erling Haaland tidak akan berjalan melalui pintu masuk itu: dia akan berjalan melalui pintu masuk lain yang kita miliki. Terima saja. Kami memiliki kulit yang tebal (tekad); itu juga menunjukkan bahwa Anda tidak perlu lingkungan mewah untuk berhasil," imbuh Sweet.

"Anda bisa melakukan semua itu tanpa memiliki stadion yang indah. Tapi itu indah. Gadis tua (Kenilworth Road) itu cantik."

Premier League Nostalgia Luton Town
Ditulis Oleh

Arief Hadi

Posts

12.174

Bagikan